Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempertimbangkan penyesuaian aturan pajak kripto, khususnya untuk transaksi kripto di Indonesia. Hal ini sejalan dengan rencana peralihan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK, yang direncanakan mulai berlaku pada awal 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, menjelaskan bahwa pihaknya saat ini tengah mempersiapkan langkah-langkah untuk menerapkan pajak kripto yang baru.
“Kami dari OJK akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk penerapan pajak baru kripto ini,” ungkap Hasan dalam pernyataannya, Jumat (16/8).
Langkah ini menandai perubahan signifikan dalam pengaturan kripto di Indonesia. Jika sebelumnya aset kripto dikategorikan sebagai komoditas di bawah pengawasan Bappebti, maka dengan pengawasan OJK, aset ini akan diklasifikasikan ulang sebagai aset keuangan digital. Konsekuensinya, aturan pajak kripto yang saat ini berlaku akan mengalami perubahan.
Saat ini, transaksi kripto yang dilakukan melalui platform crypto exchange terdaftar di Bappebti dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11% dari nilai transaksi, serta Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,1%. Namun, transaksi yang dilakukan di platform yang tidak terdaftar dikenakan tarif yang lebih tinggi, yaitu 0,22% untuk PPN dan 0,2% untuk PPh.
CEO INDODAX, Oscar Darmawan menyambut baik inisiatif ini dan melihatnya sebagai upaya untuk menciptakan regulasi yang lebih sesuai dengan perkembangan industri aset digital saat ini.
“Kami berharap bahwa regulasi baru ini tidak hanya fokus pada aspek pengenaan pajak, tetapi juga mempertimbangkan potensi industri kripto sebagai pendorong ekonomi digital di Indonesia,” ujar Oscar.
Meski optimis, Oscar juga menekankan pentingnya keseimbangan dalam penerapan kebijakan aturan pajak kripto baru ini. Menurutnya, regulasi yang terlalu ketat atau memberatkan dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan industri.
Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya dialog terbuka antara pemerintah dan pelaku pasar untuk memastikan kebijakan yang diterapkan mampu menciptakan ekosistem yang sehat dan berkelanjutan.
Peralihan pengawasan dari Bappebti ke OJK ini juga dinilai sebagai momentum yang tepat untuk mengevaluasi aturan pajak kripto yang sudah lebih dari satu tahun diberlakukan.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti, Tirta Karma Senjaya menyatakan bahwa pengenaan pajak saat ini telah menyebabkan banyak nasabah melakukan transaksi di platform luar negeri. Ia berharap evaluasi ini dapat dilakukan demi meningkatkan daya saing pasar kripto domestik.
Dengan langkah ini, Indonesia diharapkan dapat semakin mengukuhkan posisinya dalam industri kripto global, sambil tetap melindungi kepentingan investor di dalam negeri. Demikian informasi seputar aturan pajak kripto baru di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Indopreneur.Org.