Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menanggapi kontroversi seputar lahan sawit di kawasan hutan dengan membantah klaim bahwa 3,3 juta hektare lahan tersebut berada dalam kategori hutan ilegal. Ketua Umum Gapki, Eddy Martono menjelaskan bahwa lahan sawit di kawasan hutan telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) yang sah. Eddy mengklarifikasi bahwa narasi mengenai pemutihan lahan tersebut oleh pemerintah adalah tidak akurat.
Pada sebuah workshop wartawan di Bandung pada tanggal 23 Agustus, Eddy menyatakan, “Itu HGU di dalam kawasan hutan, kawasan hutan nya masuk dalam HGU, di dalam SHM (Sertifikat Hak Milik) sendiri pun yang zaman Pak Harto (Presiden Suharto) itu masuk kawasan kami.”
Eddy juga menegaskan bahwa klaim bahwa lahan sawit di kawasan hutan merugikan negara dengan nilai puluhan triliun rupiah adalah tidak benar. Menurutnya, lahan-lahan ini memiliki izin yang sah dan tidak seharusnya disalahartikan bahwa industri sawit merugikan negara dalam skala yang besar.
Gapki merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah. Menurut PP ini, tanah yang dapat diberikan HGU adalah tanah negara, termasuk tanah yang berada dalam kawasan hutan. Namun, pemberian HGU harus mempertimbangkan penghapusan status kawasan hutan terlebih dahulu.
Selain itu, Gapki juga mengklaim bahwa mereka telah mengikuti arahan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan untuk melaporkan kondisi lahan sawit kepada pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara.
Data terbaru menunjukkan bahwa per 3 Agustus 2023, 1.870 perusahaan perkebunan kelapa sawit telah melaporkan kondisi lahan mereka melalui self reporting pada website SIPERIBUN. Gapki berkomitmen untuk melanjutkan pelaporan tersebut pada tahun 2023.
Dari luasan 3,3 juta hektare lahan sawit di kawasan hutan, sekitar 1,9 juta hektare telah memperoleh Surat Keputusan (SK) Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK). Namun, sekitar 1,3 juta hektare lahan sawit di dalam kawasan hutan masih menunggu SK Pelepasan Kawasan Hutan.
Gapki mendorong perusahaan-perusahaan untuk memenuhi persyaratan sebelum batas waktu pada tanggal 2 November 2023. Hal ini mencerminkan upaya pihak industri dalam mengatasi situasi dan menjalankan tanggung jawab mereka dalam mengikuti regulasi. Kontroversi mengenai pemutihan lahan sawit di kawasan hutan pertama kali muncul dari Luhut Binsar Panjaitan, ketua Satgas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara. Langkah ini dilakukan mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan menyangkut pasal-pasal terkait pelepasan atau pemutihan lahan yang sudah memiliki kegiatan usaha di dalam kawasan hutan.