PT Garuda Indonesia Tbk telah menargetkan laba pada tahun 2019. Hal ini dilakukan melalui beberapa aksi korporasi yang diiharapkan dapat membantu perusahaan penerbangan milik pemerintah ini kian efisien.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Askhara terus optims bahwa kinerja di tahun 2019 akan tumbuh meski harga minyak diprediksi belum turun dan kurs nilai tukar Rupiah belum stabil. Ari menjelaskan bahwa pihaknya telah memberikan informasi ke internal bahwa ditargetkan profit after tax garda Indonesia mencapai Rp 1 triliun.
Ari menambahkan bahwa akan ada beberapa perusahaan baru yang akan dibangun untuk meningkatkan emiten berkode saham GIAA tersebut. Beberapa perusahaan baru tersebut antara lain anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMK) yang berencana membangun pabrik vulkanisir ban pesawat pada tahun 2019.
Jika sesuai rencana maka Garuda akan bekerjasama dengan pabrikan Dunlop da China Comunication Construktion Company. Selain itu pihaknya juga telah berencana akan membuka jasa maintenance repair, perusahaan procurement. Hal ini karena saat ini telah tersentralisasi procurment Sriwijaya dan Garuda group.
Selain itu, Garuda juga akan membuat satu perusahaan baru yang bertujuan untuk menampung tenaga kerja outsourcing yang dimiliki oleh maskapai garuda. Hingga saat ini telah ada 45.000 tenaga kera outsourcing yang berada di bawah naungan maskapai Garuda dan nantinya akan dijadikan sebagai karyawan tetap.
Sebagai catatan, PT garuda Indonesia Tbk telah membukukan kerugian bersih hingga US$ 114,08 juta di periode Januari – September 2018. Kerugian tersebut turun sebesar 48,62% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya yakni US$ 222,04 juta.
Selain itu GIAA akan menambahkan investasi sebagai upaya untuk efisiensi. Sebagai contoh akan terdapat aplikasi bernama cost index yang ditanamkan di dalam pesawat. GIAA mengeluarkan biaya sebesar uS$ 1 juta untuk membuat aplikasi tersebut.
Aplikasi tersebut digunakan untuk menghitung jumlah bahan bakar yang digunakan oleh pesawat dalam satu penerbangan. Dengan aplikasi terebut maka diperkirakan akan menghemat US$ 4 juta per tahun.