Investasi Teknologi Teh Dibutuhkan untuk Mendongkrak Ekspor Teh Indonesia

Untuk mendongkrak produksi dan ekspor teh lokal, Indonesia berupaya menarik minat pasar China dan India untuk berinvestasi teh di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Ketua Indonesia Tea Marketing Association (ITMA) Cathalia Frida Randing setelah panandatangan nota kesepakatan antara Indonesia, China dan India dalam memajukan industri teh.

Cathalia menambahkan bahwa pihaknya berhadapat akan ada investasi dari China dan India untuk membangun pengolahan teh di Indonesia. Pabrik pengolahan tersebut dapat dilakukan di wilayah perkebunan teh untuk menghasilkan teh yang lebih baik untuk mengekspor ke negara mereka.

Investasi tersebut diharapkan dapat berupa mesin manufaktur yang dilekakkan di small holder atau pertanian rakyat di bawah naungan label Petani Lestari untuk produksi teh yang sesuai dengan pasar global.

Menurutnya, Cathalia terus mendorong ekspor teh Indonesia dengan mengekspor finish produk. Sehingga selain packaging yang menarik, kualitas teh juga akan baik. Saat ini jumlah lahan semakin berkurang untuk perkebunan teh. Pada tahun 2017 perkebunan teh yang ada di Indonesia seluas 140 ha. Namun pada tahun 2018 justru berkurang menjadi 117 ha.

Kedepannya, Cathalua berharap pengurangan lahan tidak terjadi lagi terlebih jika ada investasi dari China dan India yang mampu meningkatkan produktvitas dan kualitas teh. Nantinya small holder akan didampingin petani lestari. Hasilnya akan dijaga konsistensi mutu dan untuk penjualan akan dibantu oleh ITMA.

Peran ITMA nantinya akan men-support perani rakyat dengan menyampaikan keinginan dari pasar global dengan kualitas serta rasa teh yang selama ini dirasa kurang optimal. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah masalah mutu dan harga mengingat ITMA fokus dari industri hilirnya. Jadi tugas daru ITMA adalah mentransfer keinginan pasar kepada para petani.

Untuk pengembangan industri hilir, hal terpenting adalah mengenai perputaran yang terjadi dalam ekspor. Antara lain mengenai pendapatan petani dengan harga yang baik dan nilai ekspor yang tinggi. Jika pertani mendapatkan harga yang baik dan ekspor baik maka selisih margin dapat digunakan untuk mengelola perkebunan.