Kolaborasi Indonesia-Australia: Dominasi Industri Baterai Mobil Listrik Dunia dalam Genggaman?

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia optimistis Indonesia dan Australia bisa menjadi kekuatan besar dalam industri baterai mobil listrik global. Keyakinan ini muncul jika kedua negara bisa menjaga kerja sama dengan erat dan memaksimalkan potensi yang ada. Tawaran kolaborasi ini diungkap Bahlil dalam pidato kunci pada Indonesia-Australia Business Summit (IABS) 2024 di Melbourne, Australia.

Bahlil menegaskan bahwa pemerintah Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mendorong transisi menuju pembangunan berkelanjutan. Dia juga mengulas bahwa hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia sudah sangat baik.

Namun, dari sisi investasi, potensi kerja sama antara kedua negara belum dimanfaatkan secara maksimal. Realisasi investasi Australia di Indonesia dalam lima tahun terakhir (2019-2024) baru mencapai US$1,96 miliar (sekitar Rp31,36 triliun).

Menurut Bahlil, Indonesia dan Australia memiliki peluang besar untuk berkolaborasi dalam pengembangan industri baterai mobil listrik. Kedua negara sama-sama memiliki komoditas nikel, sementara Indonesia juga memiliki kobalt dan mangan.

“Saya yakin hubungan Indonesia dan Australia bisa dipererat lagi. Dalam konteks investasi, jujur kami katakan belum maksimal. Ini tugas kita bersama. Jika kedua negara bisa berkolaborasi, ini akan menjadi kekuatan baru dalam industri baterai mobil listrik,” papar Bahlil dalam keterangan tertulis pada Senin (13/5/2024).

Bahlil menekankan bahwa Indonesia saat ini fokus melakukan hilirisasi dan tidak lagi mengekspor komoditas mentah untuk diproses di luar negeri. Semua komoditas harus diproses di tanah air untuk mendapatkan nilai tambah sebelum diekspor.

Program ini telah dijalankan secara bertahap sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo. Contoh nyata dari kebijakan ini adalah larangan ekspor nikel mentah yang diberlakukan sejak tahun 2020. Hasilnya, ekspor produk turunan nikel meningkat signifikan dari US$3,3 miliar pada tahun 2017 menjadi US$33,8 miliar pada tahun 2022.

“Kami sudah memulai hilirisasi. Ibarat pesawat, kami sudah take off. Tidak ada satu negara pun yang dapat memerintahkan kita untuk mundur. Kami akan terus berjalan seiring dengan dinamika global,” tegas Bahlil.

Bahlil juga menekankan bahwa hilirisasi yang dilakukan Indonesia memperhatikan aspek lingkungan dan bisa menjadi contoh bagi negara lain. Dia mengajak investor untuk datang ke kawasan industri Weda Bay di Maluku Utara untuk melihat langsung kawasan industri yang ramah lingkungan.

Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, dalam lima tahun terakhir (2019-2024), total realisasi investasi Australia di Indonesia mencapai US$1,96 miliar (sekitar Rp31,36 triliun).

Pada tahun 2023, Australia menempati peringkat ke-10 sebagai sumber penanaman modal asing terbesar bagi Indonesia dengan realisasi investasi mencapai US$500 juta (sekitar Rp8 triliun). Pada triwulan I tahun 2024, Australia masih berada di peringkat ke-10 dengan realisasi investasi sebesar US$172,3 juta (sekitar Rp2,76 triliun).

Tiga sektor utama penyumbang realisasi investasi terbesar dari Australia adalah pertambangan (65,4%), hotel dan restoran (7,6%), dan jasa lainnya (6,4%). Melihat potensi besar yang ada, kolaborasi antara Indonesia dan Australia diharapkan dapat menguatkan posisi kedua negara dalam industri baterai mobil listrik dan mendukung transisi energi global.

Demikian informasi seputar industri baterai mobil listrik. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Indopreneur.Org.