Viral Jadi Sorotan: Garuda Indonesia Gugat Rp10 Triliun ke Krediturnya!

Manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk buka suara mengenai langkah hukum yang ditempuh perusahaan terhadap 2 lessor yakni Greylag Goose Leasing 1410 Designated Activity Company dan Greylag Goose Leasing 1446 Designated Activity Company (Greylag). Garuda menyatakan, langkah hukum tersebut ditempuh sebagai upaya memperkuat landasan hukum atas tahapan restrukturisasi yang telah dirampungkan.

Upaya hukum Garuda merupakan tindak lanjut dari upaya hukum yang sebelumnya ditempuh Greylag di sejumlah negara, termasuk Indonesia yang telah mendapatkan keputusan Mahkamah Agung (MA) atas putusan homologasi yang menjadi landasan utama dari proses restrukturisasi Garuda, termasuk kepada Greylag sebagai kreditur perusahaan. Upaya hukum yang ditempuh Garuda terhadap Greylag telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 30 Desember 2022 lalu.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, upaya hukum tersebut dilakukan dengan pertimbangan yang sangat seksama dan mengedepankan prinsip kehati-hatian terhadap komitmen penegakan landasan hukum terkait kesepakatan restrukturisasi yang telah dicapai perusahaan.

“Upaya hukum ini harus kami tempuh dengan pertimbangan mendalam atas implikasi yang ditimbulkan oleh Greylag melalui langkah hukumnya, terhadap proses restrukturisasi yang berdampak terhadap kejelasan pemenuhan kewajiban perusahaan bagi kreditur yang telah mendukung Garuda secara penuh serta sangat bergantung terhadap berjalannya pelaksanaan putusan homologasi dengan baik,” jelas Irfan dalam keterangannya pada Rabu, 4 Januari.

Untuk diketahui, Greylag sebelumnya telah menempuh sejumlah upaya hukum di beberapa negara terhadap Garuda. Beberapa tahapan hukum tersebut juga telah mendapatkan ketetapan hukum seperti melalui putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memutuskan menolak permohonan kasasi dari Greylag dan menguatkan putusan homologasi.

Gejolak Perkara Maskapai Garuda Indonesia

Selain itu, Greylag juga mengajukan langkah hukum winding up kepada Garuda pada otoritas hukum di Australia yang juga telah mendapatkan putusan yang memperkuat posisi hukum perusahaan. Otoritas hukum Australia turut menolak pengajuan winding up tersebut.

“Keputusan kami untuk menempuh upaya hukum ini merupakan komitmen kami untuk melindungi kepentingan yang lebih luas terhadap kepastian landasan hukum yang solid bagi seluruh kreditur dan mitra usaha. Harapan kami upaya hukum ini dapat semakin menegakan posisi hukum kami terhadap komitmen Garuda untuk bertransformasi menjadi entitas bisnis yang dapat memberikan nilai optimal terhadap ekosistem usahanya,” terang Irfan.

Dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dalam gugatannya Garuda sebagai penggugat meminta pengadilan untuk menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Kemudian, menyatakan tergugat I (Greylag Goose Leasing) dan tergugat II (Greylag Goose Leasing Designated Activity Company) melakukan perbuatan melawan hukum.

Garuda Indonesia meminta pengadilan agar tergugat I dan II untuk mencabut dan menghentikan setiap upaya-upaya untuk memperoleh pembayaran di luar ketentuan yang telah disepakati dalam Putusan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) No.425/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 17 Juni 2022.

Lalu, menghukum tergugat I untuk menerima pengembalian pesawat Airbus Model A330-200 dengan Nomor Seri Pabrikan 1410 sebagai pemenuhan kewajiban penggugat berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.425/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 27 Juni 2022.

Kemudian, menghukum tergugat II untuk menerima pengembalian pesawat Airbus Model A330-300 dengan Nomor Seri Pabrikan 1446 sebagai pemenuhan kewajiban penggugat berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.425/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 27 Juni 2022.

Garuda Indonesia juga meminta pengadilan menghukum tergugat I dan II untuk bersama-sama membayar secara tunai dan seketika seluruh kerugian materil penggugat terkait biaya-biaya yang telah dikeluarkan penggugat untuk menanggapi perbuatan melawan hukum para tergugat serta biaya pemeliharaan dan asuransi pesawat sebesar Rp14.250.577.865,30.

“Menghukum tergugat I dan tergugat II untuk bersama-sama membayar secara tunai dan seketika seluruh kerugian imateriel penggugat atas kehilangan keuntungan dan rusaknya reputasi penggugat yang tidak dapat dinilai dalam materi, paling sedikit sebesar Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah),” bunyi petitum dalam gugatan tersebut.

Sementara itu Pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan, Garuda telah mencapai kesepakatan dengan semua kreditur terkait penyelesaian masalah utang perusahaan. Dengan bisnis yang mulai berjalan normal dan kinerja yang semakin sehat menjadi hal positif bagi restrukturisasi perusahaan.

“Kami melihat perbaikan kinerja dan kesepakatan dengan para kreditur menjadi sebagian alasan suspensi saham Garuda Indonesia bisa dilepas. Apabila kinerja per kuartal bisa menunjukkan perbaikan, ada harapan muncul trust investor untuk memegang kembali saham dan diharapkan saham maskapai pelat merah ini dapat terbang tinggi,” katanya.