Transformasi Kerja PNS Jakarta: Hybrid Working saat Persiapan KTT ASEAN, Full WFH?

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) No.17/2023 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara (PNS/PPPK) yang Berkantor di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Selama Masa Persiapan dan Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (KTT ASEAN) Tahun 2023 Ke-43. Dalam surat edaran ini, diatur bahwa sebagian PNS akan bekerja dari rumah, mengadopsi pola kerja hybrid. Langkah ini juga sesuai dengan arahan Presiden Jokowi (Joko Widodo) sebelumnya.

Menteri PANRB, Abdullah Azwar Anas menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk mendukung kelancaran persiapan dan penyelenggaraan KTT ASEAN yang dijadwalkan pada tanggal 5-7 September 2023 di Jakarta. Penerapan kerja hybrid ini melibatkan kombinasi pelaksanaan tugas kedinasan di kantor (WFO) dan tugas di rumah (WFH). Implementasi pola kerja hybrid akan berlaku di semua Kementerian atau Lembaga Pemerintahan (K/L) yang berkantor di Jakarta, dimulai dari 28 Agustus 2023 hingga 7 September 2023.

Dalam lampiran SE tersebut dijelaskan bahwa persentase kerja dari rumah (WFH) tidak lebih dari 50% untuk layanan administrasi pemerintahan dan layanan dukungan pimpinan. Namun, layanan pemerintahan yang berkaitan langsung dengan layanan masyarakat seperti kesehatan, keamanan dan ketertiban, logistik, penanganan bencana, dan lainnya akan tetap dilakukan di kantor (WFO) dengan presentase 100%. Anas menekankan agar Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) memastikan bahwa Pegawai ASN bekerja sesuai dengan domisili tempat tinggal bagi yang melaksanakan tugas di rumah (WFH).

Selain itu, surat edaran tersebut juga menguraikan empat hal yang perlu diperhatikan oleh PPK dari setiap K/L. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa implementasi pola kerja hybrid tidak menghambat kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat selama KTT ASEAN. Salah satu poin penting adalah melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pemenuhan dan pencapaian sasaran serta target kinerja organisasi. Selain itu, penggunaan media informasi akan digunakan untuk menyampaikan standar pelayanan melalui berbagai publikasi.

Setiap K/L juga diinstruksikan untuk membuka media komunikasi online sebagai wadah konsultasi maupun pengaduan. Terakhir, mereka juga diwajibkan memastikan bahwa output dari pelayanan yang dilakukan baik secara daring/online maupun luring/offline sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan adanya kebijakan kerja hybrid ini, diharapkan kelancaran KTT ASEAN dan pelayanan pemerintahan tetap terjaga, sekaligus memberikan fleksibilitas kepada aparatur sipil negara dalam menjalankan tugas-tugasnya.